Awalnya aku didiagnosis
Supraventural Trancydral atau SVT, ada 'kabel' yang tidak berguna nempel deket 'kabel' normal di area jantung,
gak sampe membahayakan hidup
sih. Ini bawaan lahir, dan karena usia makin bertambah kabel yang
gak normal ini, makin bergairah dan berdenyut
gak karuan. Serangannya datang tiba-tiba, saat aku menunduk atau meraih sesuatu barang yang letaknya lebih tinggi. Denyut jantungku bisa hampir sama dengan pelari yang sampai digaris akhir 200-240
beat per menit. Dadaku sampai sakit, agak sedikit pusing tapi akan hilang begitu saja saat aku berbaring terlentang selama kurang lebih 30-45 menit. Kadang- kadang aku masih dapat
cuek melakukan kegiatan seperti biasa. Apabila aku lari atau bersepeda statis, sanggupnya hanya sampai 20 menit dengan kecepatan biasa, selebihnya aku merasa capek dan
ngos-ngosan.
Sante, suamiku
aja yang
greget, lalu dia membuat
appointment dengan Cardiologist. Waktu diperiksa melalui EKG (Electrocardiogram), dan
treadmill nampaknya normal. Dokter memberikan alat berupa
heart monitor, yang ditempel dibadan selama 24 jam.
Eh, di jam yang ke-20 serangan itu datang, jadi rekamannya ada. Si Cardiolog ini
refer aku ke
Dr. Asser Alexander, MD seorang Cardiology dan Clinical Cardiac Electrophysiology. Sebelum ketemu, kami melakukan
background check. Di jaman digital
gini kita justru dianjurkan untuk mencari informasi sebanyak mungkin dokter yang diinginkan, dari usia atau ada catatan buruk maupun
review dari pasien yang lain. Kaya milih restoran ajah!
Jadilah kami ketemu dokter Asser (40th)
after Christmas 2012. Aku dan suamiku sepakat mengatakan dia sangat pintar dan komunikatif. Ada
lho yang pinter tapi susah berkomunikasi, ada juga yang cerewet dan komunikatif tapi
gak ngerti apa yang diomongin.
Anyway, berdasarkan diagnosis bahwa aku mengidap SVT, dia bilang bahwa "kabel bercabang" tersebut bisa dihilangkan. Caranya aku dibius lalu dia akan memasukkan alat melalu pembuluh darah
Vena dari pangkal paha. Lama prosedurnya juga
gak sampai 1-2 jam, dan aku
gak akan perlu nginap di rumah sakit. Akhirnya kami sepakat jadwal prosedur diawal bulan Februari.
Seminggu sebelum operasi, aku diharuskan untuk
blood work, sampai 4
tubes darah diambil dari tubuhku, untuk memastikan kadar gula dan oksigen dalam darah cukup normal, juga aku tidak sedang hamil sekaligus aman untuk dibius :D
Beberapa hari dari jadwal operasi, mereka
post-poned karena Dokter akan menangani pasien yang lebih serius. Okelah,
toh aku tidak
urgent banget!
Pada hari H, sejak dari
midnight aku puasa dan masih diperiksa darah lagi, karena
blood test sebelumnya sudah lewat 2 minggu!. Di ruang persiapan operasi di
Adventis Hospital Washington, dua perawat melakukan
interview. Padahal aku tahu,
file mengenai keadaanku ada ditangan mereka. Entah mereka ingin memastikan aku dalam keadaan sadar dan jujur. Lalu mereka minta aku menanggalkan semua pakaian dan menggantinya dengan daster!.
Suamiku ditinggalkan dalam ruang tunggu dengan kunci
locker dari barang2ku.
Kemudian aku dibawa ke ruang operasi, Sante diajak ikut sampai depan pintu, dimana aku diserahkan pada perawat lain yang akan membantu dokter diruang operasi. Disitu mereka memasang cairan infus biar aku tidak dehidrasi. Setiap tindakan yang mereka lakukan, dalam hal ini perawat, selalu mereka jelaskan, makanya aku jadi ingat dan tahu.
Hey, this is my first surgery in my whole life. Selama hidupku aku tidak pernah sakit parah yang mengharuskan operasi atau
nginap di rumah sakit,
Thank God!.
Dokter Asser menemui kami lagi, menjelaskan ulang prosedur operasi dan selanjutnya, aku diminta menandatangani dokumen prosedur mereka secara tertulis juga penjelasan mengenai
sedative atau
happy juice.
Sante menanyakan
if i got nervous or scare, and I said not at all!. Tentunya aku berdoa dalam hati. Setelah ciuman panjang dan menyerahkan kacamataku, akhirnya aku dibawa masuk ke dalam ruang operasi. Di sana aku ditempelin
pad yang dingin di bagian belakang untuk menyesuaikan keadaan suhu tubuhku dan EKG monitor di seluruh bagian depan dada dan masker oksigen. Dokter bagian anastesia datang
chit-chat bentar dan dia bilang
here come the happy juice! Selanjutnya aku
gak sadar
ajah!
Pas sadar aku udah berada di ruang ICU (Internal Care Unit). Ternyata proses operasi tidak berjalan bagus. Dokter berhasil memotong 'kabel yang tidak beguna' itu, tapi entah kenapa, dia susah juga menjelaskan, bahwa kabel yang normal juga ikut kepotong!!. Alhasil, denyut jantungku
drop dibawah normal. Normalnya adalah antara 60-100beat, dan aku sampai 40!.
Namun dia memberikan solusi untuk dipasang
Pacemaker atau alat pacu jantung. Alat ini, semacam baterei dan diprogram secara
computerize untuk memacu jantung berdenyut secara normal. Dokter memberikan waktu semalam, untuk melihat apakah ada perubahan.
OMG, I was cried and very upset, apalagi menerima kenyataan bahwa aku harus
nginap di rumah sakit dan suamiku harus pulang rumah!. *drama banget sih...
Aku
gak bisa tidur semalaman, karena perawat bolak-balik
ngecek keadaanku. Tiap jam secara otomatis alat pengukur tekanan darah yang menempel dilenganku menggembung, belum lagi bunyi alarm dari EKG monitor kalau aku bergerak dikit. Dua
shift perawat yang merawatku baik banget, mereka dari Filipina dan Pakistan. Sepanjang malam suasana ICU kaya ASEAN conference, banyakan asal negara dari para perawat.
Besok pagi-pagi, Sante datang setelah dia riset kecil tentang
Pacemaker dan meyakinkan aku: bahwa lebih dari 3 juta orang di dunia diselamatkan hidupnya melalui Pacemaker. Memang kebanyakan adalah orang tua dan wanita, tapi banyak juga anak-anak dan remaja.
So finally, I am ready!
Kemarin sore, aku hanya minta teh manis dingin dan makan roti
aja, dan aku harus puasa lagi! Sementara jadwal oprasi-nya jam 12 siang.
Prosesnya sama, dan waktu operasi kurang lebih 3 jam. Jadi dokter membelah kulit dibawah tulang belikat, lalu menempelkan Pacemaker yang berukuran sebesar jam tangan pria dan menyambungkan kabelnya (
leads) itu ke jantung.
Jam 3 lewat, saat aku buka mata dan melihat Sante berada disisiku. Aku berada di ruang pasca operasi, dimana mereka akan melalukan X-Ray, memastikan Pacemaker itu terpasang bagus dan kebelnya tidak menganggu paru-paru. Sesudah itu aku dibawa ke ruang biasa untuk
nginep semalam. Kali ini bener-bener aku haus dahaga dan lapar luar biasa, dan makanan rumah sakit tetep
aja gak selera, untung tidak ada pantangan diet. Aku tidak dibiarkan meninggalkan tempat tidur, karena masih pengaruh obat bius.
Besok harinya, sehabis
lunch time, aku di
release pulang dengan dokumen
dos and don'ts. Antara lain tidak boleh mandi atau berendam selama 3 hari,
no sex for 2 weeks,
light activity, no driving 2-4 weeks!.
So here I am, sangat menyambut anggota baru tubuhku dan membiarkan dia memacu jantungku. Sudah hampir seminggu, lukanya masih terasa sakit, tangan kiripun masih sakit diangkat apalagi sampai sejajar bahu, katanya butuh sebulan untuk sembuh total. Setelah itu, aku bisa beraktifitas biasa, bahkan akan terasa seperti muda 20 tahun. WooHoo...
can wait!
Akupun langsung bergabung dengan
Pacemaker Club secara
online, dan mendapatkan informasi bermanfaat. Sebelumnya aku telah ditemui oleh
representative dari Pacemaker
manufacture untuk memastikan beroperasi dengan sempurna dan dibekali dengan ID. Puluhan tahun lalu produksi Pacemaker tidak aman untuk peralatan rumah tangga seperti Microwave, Radio atau Speaker. Tapi sekarang, atas kemajuan teknologi semua kendala itu teratasi. Kecuali saat pemeriksaan
metal detector di Airport, aku hanya tinggal menunjukkan ID dan terutama saat MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Scan tubuh dan otak. Amit-amit sih, semoga aku
gak akan melewati proses itu.